Rencana Presiden Jokowi untuk memberikan perhatian yang besar
terhadap pembangunan pedesaan di Indonesia harus sejalan dengan agenda
kedaulatan pangan dan energi nasional.
Oleh karena itu, semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah
propinsi, kabupaten, pihak swasta dan masyarakat harus bersinergi dalam
mewujudkan hal tersebut.
Pada bulan Juli 2013 BPS mengumumkan bahwa jumlah dan prosentase
penduduk miskin di perdesaan masih lebih besar daripada di perkotaan.
Dari 28,07 juta orang penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret
2013, 17,74 jutanya berada di perdesaan, sementara sisanya sekitar 10,33
juta berada di wilayah perkotaan.
Prosentasenya, 14,32 persen penduduk perdesaan masih miskin,
bandingkan dengan penduduk miskin di perkotaan yang berkisar di angka
8,39 persen. Sejalan dengan hal itu, indeks kedalaman dan keparahan
kemiskinan di perdesaan masih jauh lebih tinggi dari pada di perkotaan.
Data statistik tahun 2013 mencatat, indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan sebesar 2,24 sementara di perkotaan sebesar 1,25.
“Kesenjangan antara wilayah perkotaan dengan perdesaan menunjukkan
bagaimana program pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan
semestinya lebih diorientasikan kepada mereka yang berada di wilayah
perdesaan,” ungkap Ketua Umum Himpunan Alumni IPB, Bambang Hendroyono
dalam acara Agriculture Outlook 2015 di Balai Kartini, Jakarta, Selasa
(24/2/2015).
Dia menambahkan, sebagian besar penduduk miskin di perkotaan adalah
mereka yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota. Akibat lainnya,
tentu saja, semakin berkurangnya jumlah tenaga kerja produktif di
perdesaan karena penduduk mudanya lebih memilih mencari peruntungan ke
kota.
Di sisi lain, Bambang juga mengingatkan agar agenda pembangunan desa
yang nantinya akan dilaksanakan harus menjadi jalan bagi peningkatan
kesejahteraan petani dan nelayan yang mayoritas tinggal di desa.
“Dengan memastikan bahwa agenda kedaulatan pangan masuk di dalam
program-program pembangunan desa di Indonesia, hal itu akan sejalan
dengan maksud pemerintah menciptakan kedaulatan pangan dan energi
nasional, sekaligus mengangkat harkat dan martabat petani dan nelayan
Indonesia," jelas Bambang.
Sementara, Politisi PDI Perjuangan, Arif Budimanta, menyatakan
keterpinggiran desa selama 30 tahun lebih memposisikan desa dan
masyarakatnya sebagai pihak yang termarjinalkan di dalam republik ini.
Oleh karenanya, menurutnya, dibutuhkan tiga agenda strategis yang
mesti dijalankan oleh pemerintah, yaitu politik anggaran yang
berkeadilan di DPR, restrukturisasi kebijakan fiskal dalam konteks
alokasi dana desa, dan memastikan agar agenda reforma agraria juga bisa
diterapkan sejalan dengan rencana pembangunan desa.
“Hanya dengan demikian, rakyat desa bisa dengan bersemangat ikut serta dalam mendorong agenda kedaulatan pangan”, tegas Arif.
Sedangkan, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Arif Satria, juga
menekankan agar pemerintah memberi perhatian yang lebih besar kepada
pembangunan desa-desa pesisir di Indonesia dalam kerangka meningkatkan
produktivitas perikanan nasional.
Kendati demikian, Satria juga mengingatkan persoalan kerusakan
lingkungan dan kemiskinan masyarakat pesisir akan menjadi pekerjaan
rumah terberat dalam konteks pembangunan desa. “Persoalan perikanan dari
hulu sampai hilir harus bisa diselesaikan dengan Sistem Logistik
Perikanan yang menyentuh desa-desa pesisir, terutama yang berada pada
daerah-daerah terpencil,” pungkasnya.